Lingkungan Hidup

Alam adalah ibu bagi umat manusia, ketika manusia mampu menjaga alam maka alam akan memberikan kehidupan, sebaliknya ketika manusia tak mampu menjaga alam maka alam akan menunjukkan sifat maskulinnya

Sebagai manusia harus mampu menyadari posisinya di hadapan alam, katakan saja bahwa relasi alam dan manusia dapat kita lihat alam sebagai superior dan manusia sebagai makhluk ineferior karena manusia lemah dan takluk di hadapan alam.

Misalnya Ketika terjadi bencana alam yang terdengar hanyalah suara rintihan dan kalimat-kalimat sakral “Allahu akbar” semua yang terdampak memohon ampun dan perlindungan Tuhan yang Maha Esa.

Begitulah yang sering terjadi ketika alam menunjukkan maskulinnya manusia tidak bisa berbuat apa-apa dan langsung menyalahkan tuhan, namun mari merenung sejenak sebelum mengambil keputusan dan tanyakan pada diri sendiri “Apakah benar bencana yang terjadi karena Tuhan murka atau terjadi karena perbuatan kita yang tak bisa menjaga alam?”.

Buang sampah sembarangan, melakukan deforestasi adalah contoh yang paling fundamental tindakan manusia yang merusak lingkungan dan tidak bisa dinafikkan bahwa tindakan seperti itu sudah normalisasi oleh sebagian besar manusia.

Tanpa kita sadari kerusakan lingkungan tak hanya mengancam ekologi lokal maupun regional namun mengancam seluruh keberadaan spesies termasuk spesies manusia itu sendiri.

Di dalam surah al-jatsiyah ayat 13 dijelaskan bahwa Tuhan memberikan nikmat karunia berupa alam agar dimamfaatkan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia, oleh sebab itu pemamfaatan sumber daya alam tidak boleh berlebihan.

jika merujuk pada teori sebab akibat bahwa alam bisa menjadi ancaman bagi kehidupan ini jika mengeksploitasi sedahsyat-dahsyatnya. Olehnya itu sebagai selain memanfaatkan alam juga harus mampu hidup selaras dengan alam.

Seperti teori Etika lingkungan biosentrisme, yang menganggap bahwa manusia bukan sebagai pusat atau lebih tinggi dari alam akan tetapi manusia adalah bagian dari alam.