Lahirnya Gerakan Feminisme

Seorang Filsuf asal yunani pernah mengatakan bahwa “Perempuan hanya setengah manusia”, ungkapan ini sering didengar bagi yang sering diskusi filsafat terutama soal feminis.

Ungkapan tersebut adalah cerminan budaya patriarki di mana masih menganggap bahwa laki-laki sebagai makhluk superior dan perempuan makhluk inferior.

Dewasa ini budaya patriarki masih sering dipraktekkan hampir di seluruh dunia, dapat dilihat dari Penelitian Robert Jackson di antaranya:

1. Memiliki 1 persen properti di dunia

2. 5 persen yang menjadi kepala Negara dan menteri dalam kabinet

3. Menghabiskan sekitar 60 persen dari seluruh jam kerja

4. Memperoleh 10 persen dari seluruh pendapatan

5. Mewakili 60 persen dari seluruh buta huruf

6. Mewakili 80 persen dari seluruh pengungsi (bersama anak-anaknya)

Hasil penelitian robert jackson menunjukkan bahwa subordinasi terhadap perempuan masih menjadi masalah yang dialami oleh perempuan bahkan jauh sebelumnya budaya tindakan memarjinalkan terhadap perempuan tersebut telah menjadi kebiasaan masyarakat yang dibelenggu.

Hal ini membuat Bety friedan salah satu feminis amerika pada tahun 1960 menulis sebuah buku feminmistic disini titik awal lahirnya gelombang baru feminisme, dan dari sini mulai banyak istilah baru seperti emansipasi wanita dan lain-lain. Akibat dari tulisan itu pula Mulai muncul kesadaran-baru tentang feminisme.

Bety friedan adalah seorang jurnalis dan kesadarannya lahir dari pengalamannya dan majalah yang biasa ia baca. Bety friedan orang yang pertama kali membentuk organisasi perempuan dengan fisi menyadarkan perempuan.

Sampai saat ini, budaya patriarki masih sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari contohnya saja dalam rumah tangga yang masih mengharuskan perempuan mengerjakan pekerjaan dapur dengan dalih bahwa itu sudah menjadi kodrat perempuan.

Asumsi pekerjaan dapur dan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci dan sebagainya jelas keliru sebab Kodrat adalah pemberian tuhan dan tidak boleh ditawar dan bersifat biologis seperti menyusui, melahirkan, menstruasi dan sebagainya. Sedangkan soal pekerjaan dapur dan pekerjaan lainnya adalah kultural/ kesepakatan social yang disebut gender.

Jadi pekerjaan dapur dalam rumah tangga tidak mesti dilakukan oleh perempuan akan tetapi bisa juga dikerjaakan oleh laki-laki tergantung kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap memperhatikan budaya setempat.

Pembagian pekerjaan antara laki-laki dan perempuan seringkali masih sering hanya menguntungkan laki-laki dan inilah yang dipersoalkan feminis karena seringkali pembagiannya tidak adil hanya menyenangkan laki-laki dan Melahirkan ketimpangan terhadap perempuan.

Gerakan feminis memperjuangkan hak-hak perempuan yang termarjinalkan dengan menuntut kesetaraan gender, namun sebelum sampai pada kesetaraan perlu keberpihakan terhadap perempuan karena peradaban selama ini dibentuk oleh laki-laki dan posisi perempuan sejak dahulu sudah termarjinalkan.

Konteksnya sama seperti orang dewasa lomba lari dengan anak kecil, tidak mungkin posisi starnya sama atau anak kecil harus diberikan kesempaatan lebih dulu untuk memulai star. Ini merupakan keadilan dalam filsafat keadilan bahwa tidak mesti diberikan 50/50 akan tetapi diberikan sesuai porsinya karena situasi sejak tidak sama.

Oleh sebab itu karena peradaban saat di dominasi laki-laki maka harus diberikan ruang dan keberpihakan terhadap perempuan, contohnya saja seperti dalam undang-undang pemilu yang mewajibkan keterwakilan perempuan.

Ini kemudian yang diperjuangkan kelompok feminis dan biasa disebut Menstrimin istilah keberpihakan dalam feminis. Setelah sejajar baru disamakan (equity).